Rabu, 17 Februari 2016

Jilbab Putih Itu (Part 3)

BAB 3
Karena Semua Milik Allah

Matahari mulai pergi. Burung-burung terbang dengan riang. Langit cerah mulai meredup Sayup-sayup adzan terdengar begitu merdu. Memanggil semua umat Islam untuk menghadap Ilahi.

"Yah.. sholat yuk. Berjama'ah." Ujar Renta lembut.

"Ayah masih sibuk, sholat sendiri dulu ya." Jawab Ayah Renta seraya membolak-balikkan kertas-kertas di depan mejanya.

Renta hanya tersenyum mendengarnya. Ia melangkahkan kaki untuk lebih dekat dengan ayahnya. Lalu ia duduk tepat berhadapan dengan ayahnya.

"Yah, yang menciptakan aku siapa sih, yah?" Ujar Renta memasang wajah manja.

"Allah lah. Masak pertanyaan gitu aja kamu nanya." Jawab ayah Renta sedikit kesal karena anaknya melontarkan pertanyaan yang jawabannya sudah seharusnya dia tahu.

"Emm gitu, ayah juga diciptakan Allah kan?" Tanya Renta yang semakin membuat ayahnya tak mengerti dengan pertanyaannya. 

"Iya, Renta. Ayo Renta balik ke kamar gih, ayah mau nyelesain kerjaan ayah dulu." Ucap Ayah Renta yang berusaha lembut kepada anaknya.

"Ayah.. sekarang yang menciptakan aku dan ayah sedang memanggil kita untuk menghadap-Nya. Masak ayah gak mau bergegas menghadap-Nya padahal Dia sudah menghidupkan ayah. Dan tentunya juga Dia yang memberi ayah pekerjaan, kan? Kalau Dia memberi ayah oksigen untuk bernafas pasti Dia juga yang sudah memberi ayah pekerjaan. Ayah gak takut Allah marah sama ayah terus Allah ambil semuanya yang ayah miliki?." Ujar Renta tanpa beban. 

Ayah Renta terhenyak dengan kata-kata Renta. Dia berhenti mengechek proposal-proposal yang menumpuk itu. Ia menyadari sesuatu yang selama ini ia lupakan. Ia termenung sekejap, memikirkan kata-kata Renta yang telah berhasil menyentuh relung hatinya.

"Dia memberiku oksigen dan pekerjaan. Lalu ketika Dia memanggilku, aku tetap sibuk dengan pekerjaanku karena khawatir tak akan selesai lalu aku bisa kehilangan pekerjaan ini? Bukankah pekerjaan ini dari Allah. Bukankah jika aku meninggalkan Allah maka pekerjaanku juga bisa dicabut dariku? Berbeda jika aku meninggalkan pekerjaanku, aku tidak akan kehilangan Allah. Sekalipun dengan meninggalkan pekerjaanku aku akan kehilangan pekerjaan itu, tapi selama aku tetap bersama Allah, pasti Allah akan memberikan yang lebih baik." Batinnya dengan dahi yang masih dibiarkan mengernyit.

"Ayo kita sholat, Renta. Panggil mamamu ya." Ujar Ayah Renta kemudian

Wajah Renta terlihat sangat bahagia. Dia langsung melangkahkan kakinya dengan cepat menuju kamar mamanya.

"Mama ayoo sholat jama'ah." Ujar Renta setelah membuka pintu kamar mamanya.

"Hm? Siapa yang mengimami?" Jawab mamanya heran.

"Ayah, Ma. Ayo cepet, Ma. Nanti waktu maghrib keburu abis loh. Renta tunggu di mushollah ya!" Ucap Renta bersemangat.

Mama Renta hanya melongo mendengar ucapan anaknya.Bukankah telah begitu lama keluarganya tak melaksanakan sholat secara berjama'ah? Karena kesibukan masing-masing, mereka jarang bersama. Mungkin hany sekali saja dalam seminggu mereka bisa berkumpul bersama. Tapi, semua keheranan itu ia tepis. Mama Renta lalu bergegas mengambil wudhu dan langsung ke mushallah. Sementara jilbab-jilbab beraneka warna itu masih saja berserakan di kasurnya.


"Alhamdulillah." Ujar Renta pelan.

"Ma, yah, sering-sering begini ya." Lanjutnya yang kemudian mencium tangan mama lalu ayahnya.

"Kamu mengingtkan kami pada kakakmu." Ujar mama Renta pelan. Terlihat kekagetan dalam wajah ayah Renta. Ia belum tau bahwa istrinya sudah memberi tahu tentang kakak Renta pada Renta.

"Mama sudah memberi tau Renta?" Ujar ayah Renta heran.

"Iya, ayah. Mama sudah memberi tau semuanya." Jawab Renta tersenyum.

"Harusnya kalian bercerita tentang kakakku sejak dulu. Besok aku ingin ke makam kakak ya." Lanjut Renta senang.

"Ayah tidak mau kamu seperti kakakmu. Itu sebabnya kami keberatan jika kamu menggunakan jilbab." Papar ayah Renta pelan.

"Mama, ayah, Renta akan baik-baik saja. InsyaAllah." Ujar Renta pelan.

"Renta ini milik Allah. Apa yang Renta miliki, semua adalah punya Allah. Dan saat nanti Renta akan kembali kepada Allah. Nah, sebelum Renta kembali pada Allah, Renta ingin menjadi sholihah. Menjadi wanita yang dapat menjaga amanah-Nya, juga menjadi wanita yang mematuhi Pencipta-Nya. Renta ingin kembali kepada Allah dalam keadaan patuh dan taat pada Allah." Ujar Renta yang tanpa disengaja menjatuhkan setetes air matanya.

"Jadi, apapun yang akan terjadi pada Renta, selama Renta terus berpegang teguh pada Allah, Renta yakin semua yang akan Renta jalani mendapat ridha dari Allah. Jadi mama dan ayah gak perlu khawatir lagi ya." Ujarnya seraya menghapus tetes-tetes air matanya.

Orang tua Renta memandang Renta dengan haru. Renta mengingatkan mereka pada kakak Renta. Dan semua ucapan Renta membuat kedua orang tuanya menyadari bahwa selama ini mereka telah jauh dari Allah. Mereka lupa bahwa semua yang mereka miliki adalah punya Allah, termasuk kakak Renta yang telah kembali pada Allah Sang Pemiliknya.

***

Embun pagi menetes membasahi bumi. Burung-burung bernyanyi ria menyapa mentari. 

"Ayah, mama. Ayo kita berangkat." Ujar Renta bersemangat. Jilbab merah muda membalut kepalanya dengan rapi.

"Iya ayo kita berangkat." Ujar mama dan ayah Renta berbarengan.

Ketiganya tersenyum senang, tampak tak ada beban dalam raut wajah Renta. Mama dan ayah Renta terlihat begitu senang ketika melihat gadis manisnya menutup aurat secara sempurna. Kini tak perlu menunggu menikah, karena Allah memerintahkan menutup aurat setelah baligh. Dan kedua orang tua Renta telah menyadari itu.

Mobil mewah itu kini menyusuri jalan. Melewati pohon-pohon yang berjejer rapi. Area pemakaman sudah terlihat. Suasana pagi cukup sepi, karena biasanya orang-orang pergi ziarah di waktu sore. 

Renta dan kedua orang tuanya kini sampai di depan makam dengan tulisan "Rinta binti Abdullah" di nisannya. Renta kemudian jongkok di samping makam kakaknya yang kemudian disusul oleh kedua orang tuanya. Mereka kemudian membaca beberapa surat dan berdo'a pada Allah agar Rinta, kakak Renta diberi kelapangan di dalam kuburnya dan diberi kebahagiaan di alam sana. 

Seusai mereka membaca beberapa do'a, mereka menyudahi ziarah dan melangkah pergi kembali ke mobil. Kedua orang tua Renta berjalan lebih dulu. Sementara langkah Renta tetap tak bergeming dari samping makam kakaknya.

"Kak, makasih ya udah ngajarin aku tentang keteguhan hati seorang muslimah. Awalnya, mama sama ayah gak setuju aku pake jilbab, mereka khawatir aku seperti kakak. Tapi, Alhamdulillah. Allah udah ngasih hidayah-Nya untuk mama dan ayah. Aku janji, kak. Akan mengingat semua keteguhan kakak dalam mempertahankan jilbab kakak. Dan aku juga akan menjadi teguh seperti kakak. Semoga Allah memberi ketenangan selalu kepada kakak di alam sana ya." Ujar Renta lirih. Dia tersenyum lalu bangkit dari posisi jongkoknya. Dan diapun pergi meninggalkan makam kakaknya. 

Hatinya lega, semua keresahan dan ketakutannya untuk memakai jilbab kini hilang sudah, musnah tak berbekas. Ia meraih handphone di sakunya, ia memencet beberapa huruf yang merangkai kata demi kata hingga menjadi kalimat :

"Thanks Ga. Thanks karena lo udah bantu gue untuk menjadi muslimah seutuhnya. Jazakallah khair.."

Sebuah pesan untuk sahabatnya, Angga. Bagaimanapun, Angga telah berbaik hati meluangkan waktunya untuk memberi berbagai saran pada Renta. Tak perlu menunggu waktu yang lama, Angga selalu langsung membalas pesan dari Renta.

"Urwel, gue seneng lo udah bisa jadi muslimah seutuhnya. Btw, besok gue mau ngomong. Gue tunggu di taman sekolah ya."

"Oke, Ga. InsyaAllah."

Renta menaruh kembali handphonenya. Dia menyunggingkan senyumnya. 

"Entah gue yang ketularan temen sebangku gue yang terlalu peka atau lo yang emang gak bisa nyembunyiin apapun dari sahabat lo ini." Ujar Renta membatin.

Bersambung..

Nurul Fitriani Winarsih.

2 komentar:

  1. ada harunya, ada senengnya campur aduk rasanya, makasih ukhti Nurul
    ditnggu kelanjutannya :)
    keep writing

    BalasHapus