Sebuah Pengungkapan
Semilir
angin menyapa dedaunan dengan ria. Mengucapkan kata selamat malam dengan
lembut. Farah masih tak bergeming dari diamnya. Tanpa sepengetahuan Denta,
setetes air mata Farah mengalir membasahi pipinya.
“Far...”
Ujar Denta yang kemudian mengarahkan pandangannya pada Farah.
“Kamu
nangis, Far?.” Lanjut Denta kaget.
“Hei,
apa yang terjadi? Kamu benar-benar ada masalah?.” Tanya Denta menghampiri
Farah.
“Farah,
sekarang kamu ceritain semuanya sama aku. Aku ingin tau apa masalahmu.” Ujar
Denta lembut. Tangannya menghapus air mata sahabatnya yang mengalir semakin
deras.
Farah
tetap diam. Dia tidak ingin menceritakan semua kepenatannya. Tapi jika terus
dibiarkan, semua itu hanya akan jadi kacau. Denta yang cukup memahami
sahabatnya, ikut terdiam menunggu sahabatnya tenang. Farah memang tidak bisa
berbicara ketika menangis. Jika dia melakukan itu, semua perkataanya tidak akan
pernah terdengar secara jelas.
“Den..”
Ucap Farah lirih. Tangisnya mulai surut.
“Udah,
tenangin diri aja dulu. Ntar baru cerita.” Ujar Denta yang kemudia duduk di
kursi kecil berwarna pink.
Farah
mengusap air matanya. Ia cukup tenang untuk menceritakan semuanya.
“Den,
kenapa sih kok kamu sama temen-temen yang lain sekarang ngacuhin aku?” ujar
Farah lirih. Denta tersentak dengan pertanyaan Farah. Dia bingung kenapa Farah
merasa diacuhkan oleh sahabat-sahabatnya?
“Sejak
kita masuk ke SMA yang berbeda, kalian tampak berbeda juga. Dulu biasanya kita
saling respon, aku dianggap di dalam persahabatan kita. Tapi kenapa sekarang
aku seperti tidak ada? Waktu itu aku melihat kamu sama Sinta, Silvi dan Reni
jalan bareng. Gak ada aku disana. Kalian ke toko buku bareng, bercanda bareng
juga. “ Ujar Farah melampiaskan semua kekesalannya.
“Farah,
waktu itu kamu sibuk. Aku inget banget waktu itu kamu lagi sibuk-sibuknya
nyiapin diri untuk menang di lomba OSN Fisika. Kamu.....” Papar Denta yang
terhenti karena Farah memotong pembicaraannya.
“Terus
kalian gak bisa nawarin gitu kek? Sejak dulu, sesibuk-sibuknya kita, kita tetap
ngeluangin waktu kan?.” Tanya Farah heran.
“Bahkan
bukan cuma sekali itu saja. Tiga bulan lalu kalian juga jalan bareng ke Taman
Kota. Dua bulan lalu kalian ngerjain tugas di rumah Reni. Sebulan lalu kalian
pergi ke pengajian bareng. Tiga minggu lalu, kalian sepedaan bareng dan dua
minggu lalu kalian ngumpul bareng. Iitu semua
tanpa aku. Kenapa kalian gak ngajak aku? Udah lupa kalo aku bagian dari
persahabatan ini?”
“Aku
akui emang diantara semua kegiatan itu, ada beberapa kegiatan yang kalian juga
nawarin ke aku untuk ikut. Tapi kegiatan lain yang gak kalian bilang ke aku itu
gimana? Sengaja kah? Terus bukan cuma itu saja, setiap kita ngumpul akhir-akhir
ini, aku lebih sering dicuekin. Aku lebih sering gak didengerin, aku lebih
sering gak di respon. Setiap aku bicara kalian cuma ngerespon “Iya” atau
“Enggak”. Aku seperti daun kecil, Den. Kalian sadar itu enggak sih?” Lanjut
Farah mulai kesal.
“Aku
capek. Awalnya aku rasa semua itu perkara kecil. Aku pikir kalian cuma bercanda
aja. Tapi makin aku capek dengan sikap kalian, Den.” Ujar Farah yang
melanjutkan kekesalannya.
Hening.
Malam yang indah menjadi muram. Setelah sekian panjang penjelasan Farah, hanya
diam yang menjadi respon. Denta sengaja diam, dia menunggu Farah tenang.
Percuma bicara jika farah belum tenang. Pembicaraannya hanya akan terus
dipotong oleh Farah.
“Farah..”
Ujar Denta lirih.
“Oke,
mungkin beberapa kegiatan itu ada yang gak kita sadari dan beberapa pula ada
yang kita sadari. Aku minta maaf atas semua itu. Tapi apa kamu juga gak sadar,
Far? Akhir-akhir ini kamu sibuk sama urusanmu. OSN, OSIS, Sekretaris kegiatan
Rohis, dan ketua ekstrakurikuler Jurnalis di sekolah. Kamu sadar dengan
banyaknya kegiatan kamu itu? Kegiatan-kegiatan yang buat sahabat aku dulu
hilang. Sahabat yang sering cerita bareng, jalan-jalan bareng, lihat bintang
bareng, ngaji bareng, dia udah hilang. Kamu gak lupa kalau kamu punya sahabat
kan, Far?” Jawab Denta dengan suara bergetar. Air matanya mulai jatuh perlahan.
“Kamu
terlalu sibuk, Far. Aku juga temen-temen yang lain berusaha ngajak kamu buat
ngumpul bareng, tapi karena kamu selalu gak bisa, jadi kita kemana-mana sering
berempat aja. Kami gak mau ganggu kamu. Karena kamu bukan Farah yang dulu lagi,
yang meski sibuk banget tapi masih nyempatin waktu untuk main-main sama kita.
Dan juga.. mana mungkin kami lupa sama kamu, Far? Kamu sahabat kami sejak
kecil.”
“Terus
kenapa kalian pindahin tempat ngumpul kita di taman rumah Reni? Padahal taman
ini adalah taman kita sejak kecil. Tapi tiga bulan lalu, tiba-tiba saja kalian merubah tempat kita
ngumpul ke taman rumah Reni. Kenapa? Lebih bagus? Lebih luas?” Ujar Farah yang
lagi-lagi meluapkan rasa herannya.
“Bukan,
Far. Alasannya sama seperti sebelumnya, karena kamu banyak kegiatan, kamu
sibuk, dan kamu jarang ada di rumah.” Jawab Denta lugas.
“Aku
sering ngerawat taman ini. Lihat bintang sendiri. Aku kangen kalian.” Ujar Farah
lirih.
Lagi-lagi
hanya hening yang menjadi respon. Keduanya tak berbicara apapun lagi. Mereka
hanya menangis, antara sedih dan kecewa. Tanpa keduanya sadari, Silvi, Sinta, dan
Reni menguping pembicaraan Denta dan Farah di balik pagar besi rumah Farah. Mereka
pu ikut menangis mendengar semua penjelasan Farah dan Denta.
“Maafin
kita, Farah. Maaf.” Ujar Denta memecah keheningan.
“Maaf.
Maaf udah berburuk sangka sama kalian. Harusnya aku menyadari kesalahanku itu. Tolong,
lain kali jangan diam. Tegur aku ketika aku mulai sibuk sendiri. Tegur aku
ketika aku berbelok ke jalan yang salah. Jangan diemin aku seperti ini.” jawab
Farah lirih.
“Hei,
udah ya. Kita sama-sama salah. Kita sama-sama gak paham kondisi sahabat-sahabat
kita. Jadi sekarang kita harus lebih peka sama lingkungan Tapi sekarang semuanya sudah terungkap. Jangan
sampek yang seperti ini terjadi lagi.” Ujar Denta yang kemudian memeluk
sahabanya.
Ketiga
gadis penguping itu juga segera beranjak ke taman, mereka memeluk
sahabat-sahabat mereka. Farah yang mengetahui ada yang memeluknya dan Denta
secara tiba-tiba langsung saja berteriak. Namun mulutnya segera ditutup oleh
Silvi.
“Sssst..
ini kami, Far. Jangan teriak, ya.” Ujar Silvi.
“Kalian?
Ah kalian membuat aku dan Denta kaget.” Jawab Farah tersenyum.
Kelima
gadis itu kemudian melepas pelukan mereka. Ada banyak keheranan dalam suasana
baru itu.
“Tunggu,
apa yang Denta lakuin disini?” Tanya Sinta heran.
“Em,
aku kangen sama taman kecil kita dulu. Sekalian juga buat interogasi si Farah
ini. Perasaanku bener, dia memang lagi ada apa-apa tadi.” Jawab Denta
tersenyum.
“Terus
kalian bertiga ngapain kesini?.” Lanjut Denta yang juga merasa heran.
“Yah
sama sih, kita juga lagi kangen sama taman ini. tadi mau ngajak kamu eh
handphonemu gak aktif. Jadi kita dateng bertuga aja.”
“Ternyata
kalian masih inget taman ini, ya!” Ujar Farah yang kini menampakkan gigi-gigi
putihnya.
“Iyalah!
Kan ini taman kenangan.” Jawab Silvi yang juga tersenyum.
“Hehe,
jangan pernah lupa sama tempat ini, ya.” Ujar Farah tersenyum
“Pasti,
Farah! InsyaAllah.” Ujar keempat sahabatnya penuh dnegan semangat
“Heheh.
Kalian udah denger semuanya tadi?” tanya Farah penasaran
“Ya
iyalah, Far. Kita kan dari tadi jadi penguping!” Jujur Sinta cengengesan.
“Huuu
dasar penguping.” Jawab Farah dan Denta berbarengan.
Suasana
sedih kini berganti senang. Canda tawa menghiasi malam-malam kelima sahabat
itu. Burung-burung kertas melambai-lambai karena sapaan angin. Farah pun tak
lagi terlihat murung. Kepenatan yang ia simpan kini sudah musnah.
“Mulai
sekarang kita berjanji, akan mengungkap permasalahan apapun dalam diri meski
itu terasa sakit. Kita akan sering-sering berkomunikasi.vTempat ngumpul tetep
di taman Reni. Gimana? Setuju?” ujar Farah dengan senyum lebarnya.
“SETUJUUUUUU!!”
jawab keempat sahabtnya penuh semangat.
Kelima
sahabat itu pun kembali tertawa. Tak ada lagi yang murung, sedih ataupun
terlihat anah. Semua kemurungan telah berganti dengan kesenangan. Persahabatan mereka
sangat kuat. Meski sempat sedikit retak, tapi sekarang keretakan itu telah
sembuh.
Bintang
bertabur indah di langit. Semuanya menjadi saksi atas rasa sedih dan tawa
kelima gadis itu. Angin menyapa lembut. Kelima gadis itu duduk dibawah pohon
rindang dan menatap bintang yang bertaburan. Kelimanya tersenyum senang.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar