Hanya ingin menyalurkan hobi serta ingin berbagi, baik itu berbagi ilmu ataupun pengalaman hidup pada banyak orang:) semoga saja apa yang dibagikan ini bisa bermanfaat untuk para pembaca terutama untuk saya sendiri. Jika ada yang kesalahan dari tulisan saya, mohon bantuannya untuk bisa mengomentari. Terima kasih:) Selamat membaca! ^^

Kamis, 25 Februari 2016

Impian Bulan Bintang (Part 4)



 IV
Keresahan Nenek

“Bismillahirrahmanirrahim. Go go go, we will be the winner.” Teriak tim basket putri dari sekolah Bulan.
Suasana stadion olahraga jadi hening. Pertandingan pun dimulai.
“Sekarang kamu percaya bahwa teman-teman kamu itu sayang sama kamu, kan? Meski kamu sakit ataupun sehat, mereka tetap bersedia disamping kamu.” Ujar Andre
Bulan hanya tersenyum mendengar ucapan Andre. Sedangkan Tio dan Bintang tampak sangat sumringah dengan pernyataan Andre.
Pertandingan berjalan dengan lancar. Meski ditengah-tengah pertandingan mereka sangat kacau dalam bermain, tapi semua itu dapat mereka atasi. Dan kerja keras mereka kini membuahkan hasil, mereka mendapat juara ketiga dan itu berarti tim putri dari sekolah Bulan bisa ikut pergi ke Paris. Senang sekali, tapi sayang, Bulan tidak bisa ikut bersama mereka.
“Congrats my baes.” Ujar Bulan dengan penuh semangat.
“Thank you, Bulan. Congrats juga buat kamu. Karena perjuangan bersama kamu di pertandingan-pertandingan sebelumnya kita bisa berada di babak ini. Jadi piala ini juga milik kamu, Lan.” Ujar Lita seraya menyerahkan piala besar itu pada Bulan. Sedangkan teman-temannya yang lain mengangguk tersenyum.
“Foto dulu yuk! Momen ini harus di albumkan.” Ujar Andre yang terlihat sangat bahagia
Kelimanya lalu cepat-cepat mengambil posisi. Bulan berada di tengah. Tangannya memegang piala yang diacungkan ke atas. Dia tampak sangat senang.
***
Lantunan ayat suci Al-Qur’ann terdengar sangat indah dari bilik kamar Bulan dan Bintang. Neneknya merasa tenang dan senang mendengar kedua cucunya selalu ingat pada Allah Yang Maha Memiliki.
Tanpa disadari, sekelibet bayangan muncul dalam otaknya.
“Sahabatku, cucu-cucumu sudah besar. Cantik-cantik dan baik hati pula. Sama seperti kamu. Dan sekarang aku juga sudah menmukan anakmu, ya.. dia ayah dari kedua cucumu. Tapi aku tidak tau bagaimana harus mengungkapkan ini. Tio seakan-akan tidak mengenal kedua anaknya. Apakah kecelakaan saat itu membuat Tio hilang ingatan? Ah, entahlah. Satu-satunya jalan yang bisa membuatku mengerti adalah melalui Tio.” Ujar nenek itu membatin.
“Tapi bagaimana jika aku salah orang? Dan bagaimana pula jika pradugaku itu benar? Bulan dan Bintang pasti merasa kecewa karena ayahnya telah meninggalkan mereka selama bertahun-tahun, bahkan tidak mencari mereka. Apalagi Tio membuat Bulan kehilangan mimpinya. Pasti mereka akan angat kecewa dan mungkin akan sulit untuk merima Tio sebagai ayahnya.” Lanjutnya dengan tetap membatin.
“Nenek.......” Ujar Bintang yang kini berlari-lari kecil menuju seorang nenek yang selama ini merawatnya. Ia langsung saja mengahmbur pada pelukan neneknya.
“Nek..’ Ujar Bulan yang menyusul Bintang. Bulan cukup mahir mengendalikan kursi rodanya sendiri. Yah dia memang sangat bagus dalam beradaptasi dengan lingkungan barunnya. Kini keduanya berada di samping neneknya.
“Ah cucu nenek sudah besar, cantik-cantik, baik hati lagi.” Ujar nenek tersenyum. Tangan kanannya mengelus kepala Bintang. Sedangkan tangan kirinya menempuk pelan tangan Bulan.
“Hehehe, iya kan nenek nenek yang ngajarin.” Jawab Bulan sok polos.
“Nenek, kenapa sih tadi nenek ngijinin Om Tio ngajak kita keluar? Dia kan orang asing?” ujar Bulan kemudian.
“Iya, tapi dia orang baik kok. dia orang yang bertanggung jawab.” Jawab nenek itu meyakinkan.
“Nenek kok bisa tau?.” Ujar Bintang penasaran.
“Om Tio pernah cerita sesuatu ke nenek. Dia bilang dia pernah nabrak kucing peliharaan seorang anak kecil. Dia gak sengaja nabrak kucing yang tiba-tiba saja bersileweran di depan mobil Tio. Kucing itu luka-luka, disampingnya seorang anak kecil menangisi kucing itu. Karena rasa bersalahnya, dia segera membawa kucing itu ke dokter hewan dan dia berjanji akan membawa kucing itu kembali pada gadis kecil itu. Untungnya, saat itu Tio lagi pelan-pelan banget jalanin mobilnya. Jadi keadaan kucingnya gak terlalu parah sehingga kucing itu bisa diselamatkan. Setelah kucing itu diobati, dia segera mengembalikannya pada si gadis kecil itu. Gadis itu senang sekali. Tio bilang sama nenek, jika kucing itu mati dan gadis kecil itu bersusah hati mungkin dia tidak akan memaafkan dirinya sendiri sampai kapanpun. Karena dia paling gak bisa lihat anak kecil sedih.”
Bulan dan Bintang menyimak cerita neneknya dengan baik.
“Kucing itu mungkin udah kayak temen deket si gadi ya, Nek. Mangkanya dia sedih banget pas kucingnya kena tabrak.” Ujar Bintang lirih.
“Yap, bener. Maka dari itu dia melakukan hal yang sama pada kita karena dia gak mau kita sedih. Dia mau bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya. Dan dia ingin membuat kita selalu tersenyum.”
“Bintang gak jadi bilang dia om jahat lagi deh, Nek.”
“Huuu! Mangkanya kalau manggil orang itu dengan sapaan yang baik.” Ujar Bulan seraya melemparkan bantalan kursi ke wajah adiknya.
“Ih kakak nakal.” Jawab Bintang yang membalas perbuatan kakaknya dengan melemparkan bantalan kursi di dekatnya.
Nenek tua itu hanya tersenyum. Dia bahagia melihat kedua cucunya bahagia. Dan entah sampai kapan rahasia itu akan disimpan, dia tetap harus mengungkapkannya meski akan ada kekecewaan dalam kehidupan kedua cucunya.


Bersambung..

Nurul Fitriani Winarsih ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar