Hanya ingin menyalurkan hobi serta ingin berbagi, baik itu berbagi ilmu ataupun pengalaman hidup pada banyak orang:) semoga saja apa yang dibagikan ini bisa bermanfaat untuk para pembaca terutama untuk saya sendiri. Jika ada yang kesalahan dari tulisan saya, mohon bantuannya untuk bisa mengomentari. Terima kasih:) Selamat membaca! ^^

Jumat, 26 Februari 2016

Impian Bulan Bintang (Last Part)



BAB V
Terungkap.

Hari demi hari berlalu. Mengganti januari menjadi februari. Semua kepedihan kini sirna. Yang ada hanya bahagia. Meski rahasia besar itu belum terkuak, tapi kehidupan Bulan dan Bintang menjadi lebih berwarna dengan kedatangan Tio.
Dompet hitam itu sebenarnya sudah kembali pada pemiliknya, hanya saja pemiliknya memberikan itu kembali pada keluarga nenek, hanya SIM dan KTP saja yang diambilnya kembali, sementara ATM dan beberapa uang diberikannya pada nenek. Kata Tio sih, sebagai tanggung jawabnya pada Bulan. Setidaknya apa yang dia berikan sedikit mampu mengurangi beban penyesalannya yang telah membuat Bulan lumpuh.
Akhir-akhir ini mereka sering jalan bersama. Tapi untuk Minggu pagi ini Bulan dan Bintang memilih untuk jalan-jalan berdua saja. Katanya sih, karena udah lama gak jalan bareng. Bulan kini menggunakan kursi roda yang bisa ia kendalikan sendiri. Jadi tidak perlu dorongan dari orang den lain lagi.
“Kak, kakak ingin jadi pemain beasket internasional kan?.” Ucap Bintang tiba-tiba.
“Yap, dulu sih.” Jawab Bulan tersenyum.
“Kalau sekarang?”
“Sekarang. Impiannya pengen jadi penulis, penulis tentang apapun yang berhubungan dengan basket. Hehehe.” Jawab Bulan cengingisan.
“Kalau gitu, aku yang akan jadi pemain basket. Dan kakak yang nulis tentang kehidupanku.” Jawab Bintang seraya melihat awan yang menghiasi langit biru.
“Emang kenapa kamu mau jadi pemain basket?.” Tanya Bulan heran.
“Untuk mencapai impian kakak yang musnah.” Jawab Bintang tersenyum.
“Impianku hanya satu, menjadi orang yang bisa buat kakak dan nenek senang.” Lanjut Bintang polos.
Bulan hanya tersenyum mendengar jawaban Bintang. Adiknya polos, tapi dibalik kepolosannya, ada kasih sayang yang sangat besar untuk keluarganya.
“Aamiin. Semoga impian kamu jadi pemain basket tercapai ya. Kalo impian kamu yang mau buat aku sama nenek senang, kami udah sangat senang kok dengan adanya kamu di samping kami.” Ujar Bulan tersenyum.
Rintik-rintik air mulai berjatuhan ke bumi. Pelan, lalu cukup deras. Bintang langsung mendorong kursi roda kakaknya agar bisa lebih cepat jalannya. Mereka berteduh dibawah halte bus. Sepi, hanya segelintir orang saja yang lewat di tempat ini. Bulan dan Bintang hanya diam. Ingatan mereka masih lekat memutar masa silam. Masa saat Bulan ditbrak mobil, masa saat Bintang merasa sangat ketakutan, dan berbagai masa lainnya yang cukup menyedihkan hati.
“Bulan! Bintang!” Teriak Tio dari kejauhan. Ia melambai-lambaikan tangan pada Bulan dan Bintang melalui kaca mobil yang sengaja dibukanya.
Bulan dan Bintang hanya bisa melongo. Entah hal apa yang membuat om Tionya itu berteriak-teriak seakan-akan ada yang ingin dia sampaikan. Hanya berselang 10 detik, Tio sudah berada di depan halte bus yang dibuat tempat berteduh oleh Bulan dan Bintang. Dia langsung membuka pintu mobilnya dan kedua anak itu.
“Kalian anakku.” Ujar Tio membatin.
“Kita pulang yuk.” Ajak Tio kemudian.
Bulan dan Bintang yang masih dicerca rasa penasaran atas sikap Tio tadi hanya bisa mengangguk pelan. Biasanya Tio tidak pernah berteriak di depan orang lain yang tidak dikenalnya. Tapi kali ini dia  berbreda.

***

Nenek tua itu tidur di atas sofa dan terlihat sangat lelah.
“Nek..”
“Bulan dan Bintang udah balik nih.”
Perlahan-lahan, si nenek membuka matanya. Dia tersenyum melihat kedatangan kedua cucuknya.
“Bulan, Bintang, om Tio mana?”
“Masih di toilet, Nek. Tapi kok nenek bisa tau sih kalau ada om Tio?” Jawab Bulan lembut.
“Karena tadi dia ke rumah dulu sebelum menemui kalian.”
“Oh ya? Om Tio ngomongin apa tadi, Nek? Dia dateng-dateng ke kita kayak seneng banget, Nek.” Jawab Bulan lagi.
“Em.. sudah saatnya kalian tau. Ini...” ujar nenek seraya memberi tahukan foto yang disimpannya.
“Loh, ini kan foto ayah, Nek? Kok sekarang ada dua sih fotonya?” tanya Bintang setelah melihat dua foto yang diberi tahukan oleh neneknya.
“Iya.. satu milik Om Tio.”
Keduanya kaget. Satu foto itu milik Tio berarti Tio adalah ayah yang selama ini mereka cari. Keduanya tak bisa menjawab apapun. Ada rasa kesal, kecewa, namun juga senang yang bergemuruh di dalam hati mereka.
“Kalian memang bukan cucu kandungku, tapi aku sangat menyayangi kalian. Sekarang aku senang karena aku sudah bisa memenuhi janji pada nenek kandung kalian, yaitu nenek akan menemukan ayahmu dalam kondisi apapun. Dia hanya memberi selkembar foto usang saat itu, foto kecil ayahmu. Nenekmu bilang, dia gak punya foto anaknya lagi. Hanya foto ketika ia kecil itu yang ada.” Jelas nenek pada Bulan dan Bintang
“kecelakaan yang dialami nenekmu membuat ia kembali pada Allah. Maaf aku baru menceritakan ini, aku cukup takut menyampaikan semuanya karena aku takut kalian kecewa. Dan...” Penjelasan nenek terpotong karena hadirnya Tio.
“Hei. Pada ngapain nih? Serius banget ngomongnya?” ujar Tio tiba-tiba.
Tak ada respon, semuanya hanya diam. Namun beberapa detik setelah keheningan itu terjadi, Bintang langsung pergi dari tempatnya semula dan langsung menghambur pada pelukan Tio. Dia menangis, rindu pada sosok ayah yang selama ini dicarinya. Bulan pun mulai menangis. Dia tidak menyangka akan bertemu dengan ayahnya dalam kondisi seperti ini dan bahkan ayahnya yang membuat dia seperti itu.
“Heeei, kenapa kalian menangis? Tersenyumlah. Aku sudah disini bersama kalian.” Ujar Tio seraya menghapus air mata Bintang.
“Om jahat. Kenapa om baru dateng? Kenapa gak dari dulu jemput kita?” tanya Bintang yang masih erat dalam pelukan Tio.
“Sayang, dengerin om. Saat kalian masih kecil, om pergi ke kota orang untuk mencari nafkah. Ibumu sakit-sakitan sehingga yang mengurusmu adalah nenekmu. Selama di kota orang, om mengalami kecelakaan dan om lupa ingatan. Saaat itu om diasuh oleh keluarga kaya yang sangat baik hati. Om tidak ingat apapun saat itu. Namun bertahun-tahun berlalu, om mengalami kecelakaan lagi. Dan ingatan om kembali.” Papar Tio
“Om langsung kembali ke desa, tapi om terlambat. Ibu sudah meninggal, nenekmu pun juga begitu. Om mencari-cari kalian, tapi tak ada warga desa sekitar yang tau kalian dititipkan pada siapa. Dulu usia Bulan masih 2 tahun, sedangkan usia Bintang masih 6 bulan. Kalian masih sangat kecil saat itu jadi tidak hafal pada wajah ayahmu ini. Maafin Om yah..’ Lanjut Tio penuh rasa sesal.
Suasana hening. Hanya isak tangis yang menjadi melodi. Semuanya sudah terungkap. Nenek tua itu lega. Dia memilih hanya menjadi penonton bisu akan satu episode hidup cucu-cucunya.
“Ayah, jangan pergi lagi.” Ujar Bintang lembut.
“Pasti.” Jawab Tio lirih.
“Nek, kami memang kecewa karena nenek baru menceritakan ini pada kami. Tapi meski kami kecewa, kami tetap sayang sama nenek. Terima kasih sudah mau merawat kami, Nek. Kami akan tetap jadi cucu nenek, kan?” Ujar Bulan halus.
“Tentu. Kalian akan selalu menjadi cucu nenek.”
Semuanya tersenyum haru, mereka berkata, hidup memang indah. Meski banyak derita, tapi masih lebih banyak bahagia. Betapa senangnya mereka yang saling menemukan apa yang saling dicari. Impian Bulan Bintang pun kini menjadi nyata, karena satu-satunya impian yang sangat ingin mereka dapatkan adalah dapat bertemu dengan sosok ayah yang selama ini mereka rindukan.

TAMAT.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar