Hanya ingin menyalurkan hobi serta ingin berbagi, baik itu berbagi ilmu ataupun pengalaman hidup pada banyak orang:) semoga saja apa yang dibagikan ini bisa bermanfaat untuk para pembaca terutama untuk saya sendiri. Jika ada yang kesalahan dari tulisan saya, mohon bantuannya untuk bisa mengomentari. Terima kasih:) Selamat membaca! ^^

Kamis, 03 Maret 2016

Daun Kecil yang Menyukai Bintang (Last Part)


Sebuah Pengungkapan

Semilir angin menyapa dedaunan dengan ria. Mengucapkan kata selamat malam dengan lembut. Farah masih tak bergeming dari diamnya. Tanpa sepengetahuan Denta, setetes air mata Farah mengalir membasahi pipinya.
“Far...” Ujar Denta yang kemudian mengarahkan pandangannya pada Farah.
“Kamu nangis, Far?.” Lanjut Denta kaget.
“Hei, apa yang terjadi? Kamu benar-benar ada masalah?.” Tanya Denta menghampiri Farah.
“Farah, sekarang kamu ceritain semuanya sama aku. Aku ingin tau apa masalahmu.” Ujar Denta lembut. Tangannya menghapus air mata sahabatnya yang mengalir semakin deras.
Farah tetap diam. Dia tidak ingin menceritakan semua kepenatannya. Tapi jika terus dibiarkan, semua itu hanya akan jadi kacau. Denta yang cukup memahami sahabatnya, ikut terdiam menunggu sahabatnya tenang. Farah memang tidak bisa berbicara ketika menangis. Jika dia melakukan itu, semua perkataanya tidak akan pernah terdengar secara jelas.
“Den..” Ucap Farah lirih. Tangisnya mulai surut.
“Udah, tenangin diri aja dulu. Ntar baru cerita.” Ujar Denta yang kemudia duduk di kursi kecil berwarna pink.
Farah mengusap air matanya. Ia cukup tenang untuk menceritakan semuanya.
“Den, kenapa sih kok kamu sama temen-temen yang lain sekarang ngacuhin aku?” ujar Farah lirih. Denta tersentak dengan pertanyaan Farah. Dia bingung kenapa Farah merasa diacuhkan oleh sahabat-sahabatnya?
“Sejak kita masuk ke SMA yang berbeda, kalian tampak berbeda juga. Dulu biasanya kita saling respon, aku dianggap di dalam persahabatan kita. Tapi kenapa sekarang aku seperti tidak ada? Waktu itu aku melihat kamu sama Sinta, Silvi dan Reni jalan bareng. Gak ada aku disana. Kalian ke toko buku bareng, bercanda bareng juga. “ Ujar Farah melampiaskan semua kekesalannya.
“Farah, waktu itu kamu sibuk. Aku inget banget waktu itu kamu lagi sibuk-sibuknya nyiapin diri untuk menang di lomba OSN Fisika. Kamu.....” Papar Denta yang terhenti karena Farah memotong pembicaraannya.
“Terus kalian gak bisa nawarin gitu kek? Sejak dulu, sesibuk-sibuknya kita, kita tetap ngeluangin waktu kan?.” Tanya Farah heran.
“Bahkan bukan cuma sekali itu saja. Tiga bulan lalu kalian juga jalan bareng ke Taman Kota. Dua bulan lalu kalian ngerjain tugas di rumah Reni. Sebulan lalu kalian pergi ke pengajian bareng. Tiga minggu lalu, kalian sepedaan bareng dan dua minggu lalu kalian ngumpul bareng. Iitu semua  tanpa aku. Kenapa kalian gak ngajak aku? Udah lupa kalo aku bagian dari persahabatan ini?”
“Aku akui emang diantara semua kegiatan itu, ada beberapa kegiatan yang kalian juga nawarin ke aku untuk ikut. Tapi kegiatan lain yang gak kalian bilang ke aku itu gimana? Sengaja kah? Terus bukan cuma itu saja, setiap kita ngumpul akhir-akhir ini, aku lebih sering dicuekin. Aku lebih sering gak didengerin, aku lebih sering gak di respon. Setiap aku bicara kalian cuma ngerespon “Iya” atau “Enggak”. Aku seperti daun kecil, Den. Kalian sadar itu enggak sih?” Lanjut Farah mulai kesal.
“Aku capek. Awalnya aku rasa semua itu perkara kecil. Aku pikir kalian cuma bercanda aja. Tapi makin aku capek dengan sikap kalian, Den.” Ujar Farah yang melanjutkan kekesalannya.
Hening. Malam yang indah menjadi muram. Setelah sekian panjang penjelasan Farah, hanya diam yang menjadi respon. Denta sengaja diam, dia menunggu Farah tenang. Percuma bicara jika farah belum tenang. Pembicaraannya hanya akan terus dipotong oleh Farah.
“Farah..” Ujar Denta lirih.
“Oke, mungkin beberapa kegiatan itu ada yang gak kita sadari dan beberapa pula ada yang kita sadari. Aku minta maaf atas semua itu. Tapi apa kamu juga gak sadar, Far? Akhir-akhir ini kamu sibuk sama urusanmu. OSN, OSIS, Sekretaris kegiatan Rohis, dan ketua ekstrakurikuler Jurnalis di sekolah. Kamu sadar dengan banyaknya kegiatan kamu itu? Kegiatan-kegiatan yang buat sahabat aku dulu hilang. Sahabat yang sering cerita bareng, jalan-jalan bareng, lihat bintang bareng, ngaji bareng, dia udah hilang. Kamu gak lupa kalau kamu punya sahabat kan, Far?” Jawab Denta dengan suara bergetar. Air matanya mulai jatuh perlahan.
“Kamu terlalu sibuk, Far. Aku juga temen-temen yang lain berusaha ngajak kamu buat ngumpul bareng, tapi karena kamu selalu gak bisa, jadi kita kemana-mana sering berempat aja. Kami gak mau ganggu kamu. Karena kamu bukan Farah yang dulu lagi, yang meski sibuk banget tapi masih nyempatin waktu untuk main-main sama kita. Dan juga.. mana mungkin kami lupa sama kamu, Far? Kamu sahabat kami sejak kecil.”
“Terus kenapa kalian pindahin tempat ngumpul kita di taman rumah Reni? Padahal taman ini adalah taman kita sejak kecil. Tapi tiga bulan lalu,  tiba-tiba saja kalian merubah tempat kita ngumpul ke taman rumah Reni. Kenapa? Lebih bagus? Lebih luas?” Ujar Farah yang lagi-lagi meluapkan rasa herannya.
“Bukan, Far. Alasannya sama seperti sebelumnya, karena kamu banyak kegiatan, kamu sibuk, dan kamu jarang ada di rumah.” Jawab Denta lugas.
“Aku sering ngerawat taman ini. Lihat bintang sendiri. Aku kangen kalian.” Ujar Farah lirih.
Lagi-lagi hanya hening yang menjadi respon. Keduanya tak berbicara apapun lagi. Mereka hanya menangis, antara sedih dan kecewa. Tanpa keduanya sadari, Silvi, Sinta, dan Reni menguping pembicaraan Denta dan Farah di balik pagar besi rumah Farah. Mereka pu ikut menangis mendengar semua penjelasan Farah dan Denta.
“Maafin kita, Farah. Maaf.” Ujar Denta memecah keheningan.
“Maaf. Maaf udah berburuk sangka sama kalian. Harusnya aku menyadari kesalahanku itu. Tolong, lain kali jangan diam. Tegur aku ketika aku mulai sibuk sendiri. Tegur aku ketika aku berbelok ke jalan yang salah. Jangan diemin aku seperti ini.” jawab Farah lirih.
“Hei, udah ya. Kita sama-sama salah. Kita sama-sama gak paham kondisi sahabat-sahabat kita. Jadi sekarang kita harus lebih peka sama lingkungan  Tapi sekarang semuanya sudah terungkap. Jangan sampek yang seperti ini terjadi lagi.” Ujar Denta yang kemudian memeluk sahabanya.
Ketiga gadis penguping itu juga segera beranjak ke taman, mereka memeluk sahabat-sahabat mereka. Farah yang mengetahui ada yang memeluknya dan Denta secara tiba-tiba langsung saja berteriak. Namun mulutnya segera ditutup oleh Silvi.
“Sssst.. ini kami, Far. Jangan teriak, ya.” Ujar Silvi.
“Kalian? Ah kalian membuat aku dan Denta kaget.” Jawab Farah tersenyum.
Kelima gadis itu kemudian melepas pelukan mereka. Ada banyak keheranan dalam suasana baru itu.
“Tunggu, apa yang Denta lakuin disini?” Tanya Sinta heran.
“Em, aku kangen sama taman kecil kita dulu. Sekalian juga buat interogasi si Farah ini. Perasaanku bener, dia memang lagi ada apa-apa tadi.” Jawab Denta tersenyum.
“Terus kalian bertiga ngapain kesini?.” Lanjut Denta yang juga merasa heran.
“Yah sama sih, kita juga lagi kangen sama taman ini. tadi mau ngajak kamu eh handphonemu gak aktif. Jadi kita dateng bertuga aja.”
“Ternyata kalian masih inget taman ini, ya!” Ujar Farah yang kini menampakkan gigi-gigi putihnya.
“Iyalah! Kan ini taman kenangan.” Jawab Silvi yang juga tersenyum.
“Hehe, jangan pernah lupa sama tempat ini, ya.” Ujar Farah tersenyum
“Pasti, Farah! InsyaAllah.” Ujar keempat sahabatnya penuh dnegan semangat
“Heheh. Kalian udah denger semuanya tadi?” tanya Farah penasaran
“Ya iyalah, Far. Kita kan dari tadi jadi penguping!” Jujur Sinta cengengesan.
“Huuu dasar penguping.” Jawab Farah dan Denta berbarengan.
Suasana sedih kini berganti senang. Canda tawa menghiasi malam-malam kelima sahabat itu. Burung-burung kertas melambai-lambai karena sapaan angin. Farah pun tak lagi terlihat murung. Kepenatan yang ia simpan kini sudah musnah.
“Mulai sekarang kita berjanji, akan mengungkap permasalahan apapun dalam diri meski itu terasa sakit. Kita akan sering-sering berkomunikasi.vTempat ngumpul tetep di taman Reni. Gimana? Setuju?” ujar Farah dengan senyum lebarnya.
“SETUJUUUUUU!!” jawab keempat sahabtnya penuh semangat.
Kelima sahabat itu pun kembali tertawa. Tak ada lagi yang murung, sedih ataupun terlihat anah. Semua kemurungan telah berganti dengan kesenangan. Persahabatan mereka sangat kuat. Meski sempat sedikit retak, tapi sekarang keretakan itu telah sembuh.
Bintang bertabur indah di langit. Semuanya menjadi saksi atas rasa sedih dan tawa kelima gadis itu. Angin menyapa lembut. Kelima gadis itu duduk dibawah pohon rindang dan menatap bintang yang bertaburan. Kelimanya tersenyum senang.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar