IV
Keresahan Nenek
“Bismillahirrahmanirrahim.
Go go go, we will be the winner.” Teriak tim basket putri dari sekolah Bulan.
Suasana
stadion olahraga jadi hening. Pertandingan pun dimulai.
“Sekarang
kamu percaya bahwa teman-teman kamu itu sayang sama kamu, kan? Meski kamu sakit
ataupun sehat, mereka tetap bersedia disamping kamu.” Ujar Andre
Bulan
hanya tersenyum mendengar ucapan Andre. Sedangkan Tio dan Bintang tampak sangat
sumringah dengan pernyataan Andre.
Pertandingan
berjalan dengan lancar. Meski ditengah-tengah pertandingan mereka sangat kacau
dalam bermain, tapi semua itu dapat mereka atasi. Dan kerja keras mereka kini
membuahkan hasil, mereka mendapat juara ketiga dan itu berarti tim putri dari
sekolah Bulan bisa ikut pergi ke Paris. Senang sekali, tapi sayang, Bulan tidak
bisa ikut bersama mereka.
“Congrats
my baes.” Ujar Bulan dengan penuh semangat.
“Thank
you, Bulan. Congrats juga buat kamu. Karena perjuangan bersama kamu di
pertandingan-pertandingan sebelumnya kita bisa berada di babak ini. Jadi piala
ini juga milik kamu, Lan.” Ujar Lita seraya menyerahkan piala besar itu pada
Bulan. Sedangkan teman-temannya yang lain mengangguk tersenyum.
“Foto
dulu yuk! Momen ini harus di albumkan.” Ujar Andre yang terlihat sangat bahagia
Kelimanya
lalu cepat-cepat mengambil posisi. Bulan berada di tengah. Tangannya memegang
piala yang diacungkan ke atas. Dia tampak sangat senang.
***
Lantunan
ayat suci Al-Qur’ann terdengar sangat indah dari bilik kamar Bulan dan Bintang.
Neneknya merasa tenang dan senang mendengar kedua cucunya selalu ingat pada
Allah Yang Maha Memiliki.
Tanpa
disadari, sekelibet bayangan muncul dalam otaknya.
“Sahabatku,
cucu-cucumu sudah besar. Cantik-cantik dan baik hati pula. Sama seperti kamu. Dan
sekarang aku juga sudah menmukan anakmu, ya.. dia ayah dari kedua cucumu. Tapi aku
tidak tau bagaimana harus mengungkapkan ini. Tio seakan-akan tidak mengenal
kedua anaknya. Apakah kecelakaan saat itu membuat Tio hilang ingatan? Ah,
entahlah. Satu-satunya jalan yang bisa membuatku mengerti adalah melalui Tio.”
Ujar nenek itu membatin.
“Tapi
bagaimana jika aku salah orang? Dan bagaimana pula jika pradugaku itu benar?
Bulan dan Bintang pasti merasa kecewa karena ayahnya telah meninggalkan mereka
selama bertahun-tahun, bahkan tidak mencari mereka. Apalagi Tio membuat Bulan
kehilangan mimpinya. Pasti mereka akan angat kecewa dan mungkin akan sulit
untuk merima Tio sebagai ayahnya.” Lanjutnya dengan tetap membatin.
“Nenek.......”
Ujar Bintang yang kini berlari-lari kecil menuju seorang nenek yang selama ini
merawatnya. Ia langsung saja mengahmbur pada pelukan neneknya.
“Nek..’
Ujar Bulan yang menyusul Bintang. Bulan cukup mahir mengendalikan kursi rodanya
sendiri. Yah dia memang sangat bagus dalam beradaptasi dengan lingkungan
barunnya. Kini keduanya berada di samping neneknya.
“Ah
cucu nenek sudah besar, cantik-cantik, baik hati lagi.” Ujar nenek tersenyum. Tangan
kanannya mengelus kepala Bintang. Sedangkan tangan kirinya menempuk pelan
tangan Bulan.
“Hehehe,
iya kan nenek nenek yang ngajarin.” Jawab Bulan sok polos.
“Nenek,
kenapa sih tadi nenek ngijinin Om Tio ngajak kita keluar? Dia kan orang asing?”
ujar Bulan kemudian.
“Iya,
tapi dia orang baik kok. dia orang yang bertanggung jawab.” Jawab nenek itu
meyakinkan.
“Nenek
kok bisa tau?.” Ujar Bintang penasaran.
“Om
Tio pernah cerita sesuatu ke nenek. Dia bilang dia pernah nabrak kucing
peliharaan seorang anak kecil. Dia gak sengaja nabrak kucing yang tiba-tiba
saja bersileweran di depan mobil Tio. Kucing itu luka-luka, disampingnya
seorang anak kecil menangisi kucing itu. Karena rasa bersalahnya, dia segera
membawa kucing itu ke dokter hewan dan dia berjanji akan membawa kucing itu
kembali pada gadis kecil itu. Untungnya, saat itu Tio lagi pelan-pelan banget
jalanin mobilnya. Jadi keadaan kucingnya gak terlalu parah sehingga kucing itu
bisa diselamatkan. Setelah kucing itu diobati, dia segera mengembalikannya pada
si gadis kecil itu. Gadis itu senang sekali. Tio bilang sama nenek, jika kucing
itu mati dan gadis kecil itu bersusah hati mungkin dia tidak akan memaafkan
dirinya sendiri sampai kapanpun. Karena dia paling gak bisa lihat anak kecil
sedih.”
Bulan
dan Bintang menyimak cerita neneknya dengan baik.
“Kucing
itu mungkin udah kayak temen deket si gadi ya, Nek. Mangkanya dia sedih banget
pas kucingnya kena tabrak.” Ujar Bintang lirih.
“Yap,
bener. Maka dari itu dia melakukan hal yang sama pada kita karena dia gak mau
kita sedih. Dia mau bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya. Dan dia ingin
membuat kita selalu tersenyum.”
“Bintang
gak jadi bilang dia om jahat lagi deh, Nek.”
“Huuu!
Mangkanya kalau manggil orang itu dengan sapaan yang baik.” Ujar Bulan seraya melemparkan
bantalan kursi ke wajah adiknya.
“Ih
kakak nakal.” Jawab Bintang yang membalas perbuatan kakaknya dengan melemparkan
bantalan kursi di dekatnya.
Nenek
tua itu hanya tersenyum. Dia bahagia melihat kedua cucunya bahagia. Dan entah sampai
kapan rahasia itu akan disimpan, dia tetap harus mengungkapkannya meski akan
ada kekecewaan dalam kehidupan kedua cucunya.
Bersambung..
Nurul Fitriani
Winarsih ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar