Hanya ingin menyalurkan hobi serta ingin berbagi, baik itu berbagi ilmu ataupun pengalaman hidup pada banyak orang:) semoga saja apa yang dibagikan ini bisa bermanfaat untuk para pembaca terutama untuk saya sendiri. Jika ada yang kesalahan dari tulisan saya, mohon bantuannya untuk bisa mengomentari. Terima kasih:) Selamat membaca! ^^

Minggu, 13 Maret 2016

Cerpen : Aku Ingin Menjadi Cahaya

Aku Ingin Menjadi Cahaya

Bintang-bintang masih bercahaya. Gelapnya malam menjadi indah. Gadis itu mengayunkan dirinya di atas ayunan karet yang digantung pada batang pohon yang kokoh. Wajahnya tenang nan damai. Matanya terpejam menikmati alunan-alunan syahdu yang keluar dari mulutnya. Semilir angin menemani dirinya yang terus saja melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Terkadang dia berhenti dan menggelengkan kepala, pertanda ia melantunkan ayat yang salah. Namun sejurus kemudian, dia meneruskan lagi muroja’ahnya, pertanda ingatan tentang ayat yang sebelumnya dilantunkan dengan salah telah menyadarkannya. Dari saking nyamannya dia dalam kesyahduan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an, dia tak menyadari ada seorang gadis kecil yang memperhatikannya. Gadis kecil itu berdiri di balik pohon besar, dia terus memperhatikan Anisa yang begitu khusyuk. Usai Anisa memuroja’ah hafalan Qur’annya, gadis kecil itu datang mengahmpirinya. Ia berlari-lari kecil dan dengan riang memeluk Anisa.
“Kakak, indah sekali bacaan Al-Qur’annya. Ajari aku kak.”
Anisa membalas pelukan gadis kecil bernama Adel itu. Ia mengusap rambut lurusnya dengan lembut.
“Iya, InsyaAllah..” Jawab Anisa lirih.
Mereka memang bukan saudara kandung, tapi karena kedekatan mereka yang saling bertetangga membuat mereka layaknya saudara kandung.
“Kakak.. Adel bingung sama kakak.” Ujar Adel dengan wajah yang penuh pertanyaan.
“Bingung apa, del?”
“Kakak kok gak bosen sih baca Qur’an tiap hari? Kok gak capek sih ngafalin Al-Qur’an tiap hari?”
“Hmm.. karena semua itu bikin damai, del. Makanya kakak gak bosen.”
Anisa lalu mengajak Adel duduk di bangku taman. Dia memangku Adel di pangkuannya.
“Del, kamu udah hafal surat apa aja nih di Al-Qur’an?”
Adel hanya diam mematung.
“Hayo waktu itu janji sama kakak mau ngalahin kakak ngafalin surat Al-Insyirah. Udah hafal belum nih?”
Adel hanya menggelengkan kepalanya. Dalam wajahnya tersirat rona malu.
“Kakak, aku bosen ngafalin Al-Qur’an. Lekas capek soalnya sulit hafalnya. Gak kayak kakak yang cepet ngafalinnya.”
Anisa tersenyum. Ia mencubit pipi Adel yang cukup tembem.
“Kakak bisa cepet hafal karena kakak, Alhamdulillah, udah istiqomah ngafalin beberapa ayat dalam Al-Qur’an tiap hari, del. Nah dari kebiasaan kakak itu jadi lebih mudah untuk menghafal. Adel ngerasa cepet capek itu karena Adel belum terbiasa.”
“Terus gimana caranya aku jadi terbiasa kak?”
“Ya.. ngafalin aja tiap hari. Meski awalnya capek, males, nanti pasti kalau udah terbiasa akan terasa nyaman kok.”
Adel hanya diam. Dia masih merasa kurang ngeh dengan penjelasan Anisa.
“Del, kamu tau enggak? Orang yang ngafalin Al-Qur’an, di akhirat nanti akan diberi keitimewaan yang luar biasa!” Ujar Anisa yang mencoba membuat Adel lebih bersemnagat untuk menghafal Al-Qur’an.
“Oh ya kak? Apa itu?” Jawab Adel antusias.
“Orang tua orang yang menghafal Al-Qur’an nanti akan diberi mahkota istimewa dari Allah. Mereka juga akan diberi jubah istimewa oleh Allah. Ah coba kamu bayangkan, mahkota di dunia saja bagus banget, apalagi mahkota istimewa dari Allah? Pasti sangat indah, Del.”
“Iya pasti sangat indah, kak. Adel pengen bahagiain orang tua di dunia dan di akhirat juga kak.” Ujar Adel dengan suara cemprengnya.
“Yah.. kakak juga begitu, Del.”
Sejenak suasana hening, hanya kicauan burung yang terdengar. Anisa menatap langit, Adel pun begitu.
“Kak, jika aku menjadi penghafal Al-Qur’an dan taat pada Allah, apa aku bisa jadi bercahaya seperti bintang-bintang itu?.” Tanya Adel seraya menunjuk bintang-bintang yang menghiasi gelapnya malam.
“Tentu! Selama kamu melakukannya dengan niat beribadah pada Allah, Adel bisa menjadi bercahaya dan menerangi kegelapan.” Jawab Anisa lembut.
Adel memeluk Anisa. Kali ini dia merasa puas dengan jawaban Anisa.
“Aku ingin menjadi penghafal Al-Qur’an, kak. Aku ingin jadi cahaya yang menerangi kegelapan. Dan aku ingin menjadi orang yang mendapat keistimewaan dari Allah.” Ujar Adel lirih.
Anisa memeluk Adel semakin erat. Ia merasa sangat bahagia dengan jawaban adiknya ini.
“Del, kita juga harus inget. Selain menghafal ayat-ayat Qur’an, kita juga harus bisa memahami isi Al-Qur’an ya. “
Adel hanya tersenyum menanggapi ucapan kakaknya. Dan Anisa pun membalasnya dengan senyum tulusnya.

2 komentar:

  1. Kapan2 nulis cerbung mik ��

    BalasHapus
  2. Siap dim. Kapan" bagi-bagi juga loh tips nulis cerpen yang baik ^^

    BalasHapus